Makalah Aliran Realisme Hukum Forex


A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manuscrito senantiasa berhubungan dengan manusia lain. Manusia juga membentuk kelompok-kelompok bersama untuk menjaga kelangsungan hidup dan mencapai tujuannya. Kita hidup dalam sebuah keluarga dan merupakan bagian dari keluarga tersebut. Kita juga hidup dalam suatu suatu masyarakat internasional dan menjadi bagian dari masyarakat tersebut. Secara internasional, kehidupan negara pun demikian. Sulit bagi suatu negara untuk mempunyai berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi untuk memakmurkan rakyatnya. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhannya setiap Negara tidak mungkin bisa memenuhinya sendiri dari sumber daya yang dimilikinya, karena sifatnya yang terbatas. Setiap negara membutuhkan bantuan negara lain untuk menutupi kekurangan sumber daya yang dimiliki Negara tersebut. Oleh karena itu, setiap Negara tentunya harus mengembangkan hubungan atau kerja sama dengan Negara lain. B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut 1. Mendeskripsikan pengertian hubungan internasional 2. Menguraikan pentingnya hubungan internasional 3. Mengidentifikasikan asas-asas hubungan internasional 4. Mengidentifikasikan sarana-sarana hubungan internasional bagi suatu Negara, Serta menghargai kerja sama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonésia. HAKIKAT HUBUNGAN INTERNASIONAL N egara Indonésia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, berhak menentukan nasibnya sendiri serta politik luar negerinya. Kita menyadari bahwa bangsa dan negara tidak mungkin sanggup memenuhi semua kebutuhan warganya. O leh sebab itu, kerja sama dengan bangsa lain dalam bentuk hubungan internasional mutlak diperlukan dalam segala bidang dengan dilandasi oley prinsip persamaan derajat sebagai bangsa yang merdeka. 1. Pengertian Hubungan Internasional H ubungan internasional merupakan salah satu jawaban bagi persoalan yang sedang dialami oleat suatu Negara. ketika suatu Negara mengalami kekurangan dalam suatu bidang misalnya kekurangan tenaga ahli untuk membangun negerinya maka dengan hubungan internasinal tersebut Negara mampu mengatasi persoalan yang dihadapi negaranya dengan meminta Bantuan kepada Negara lain. oleh karena itu, hubungan internasional mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan suatu Negara yang beradab. S ecara umum hubungan interrnasional diartikan sebagai hubungan bersifat global yang meliputi semua hubungan yang terja dengan melampaui batas-batas ketatanegaraan. Pandangan para ahli yang mencoba memberikan makna tentang konsep hubungan internasional, diantaranya a. Tygve Nathiessen menyatakan bahwa hubungan internasionial merupakan bagian dari ilmu politik dank arena itu komponen-komponen hubungan internasional meliputi politik internasional, organisasi dan administrasi internasional, dan hukum internasional. B. Charles A. Mc Clelland mengungkapkan bahwa hubungan internasional adalah studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. C. Buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (Renstram), mencantumkan definisi hubungan internasional sebagai hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu Negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut. D. Enciclopédia americana, mendeskripsikan hubungan internasional sebagai hubungan politis, budaya, ekonomi, maupun pertahan dan keamanan. E. Warsito Sunaryo, memandang bahwa hubungan internsional merupkan studi tentang interaksi antar jenis kesatuan sosial-sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan yang relevan yang mengelilingi interaksi. adapun yang dimaksud dengan kesatuan-kesatuan sosial tertentu, bisa diartikan sebagai Negara, bangsa, maupun organisasi Negara sepanjang Bersifat internasional. K onsepsi hubungan internasional oleh para ahli sering dianggap sama atau dipersamakan dcngan konsepsi politik luar negeri, hubungan luar negeri, dan politik internasional. ketiga politik tersebut memiliki makna yang berbeda satu sama lain, akan tetapi memiliki persamaan yang cukup mendasar dalam hal ruang lingkupnya yang melampaui Batas-batas Negara (lingkup internasional). Untuk memperluas pcmahanran kita, berikut dipaparkan makna dari ketiga konsep a. Politik luar negeri adalah seperangkat cara yang dlilakukan oleh suatu negara untuk mengadakan hubungan dengan Negara lain dengan tujuan untuk tercapainya tujuan Negara serta kepentingan nasional Negara yang bersangkutan. B. Hubungan luar negeri adalah keseluruhan hubungan yang dijalankan oleh suatu negara dengan semua pihak yang tidak tunduk pada kedaulatannya. C. Politik internasional adalah politik antarnegara yang rnencakup kepentingan dan tindakan beberapa atau semua Negara, serta proses interaksi antarnegara maupun antar Negara dengan organisasi internasional. 2. Pentingnya Hubungan Internasional S uatu bangsa yang merdeka tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari Negara lain. Untuk rnenjaga kelangsungan hidupnya dan mempertahankan kemerdekaannya Negara tersebut yang membutuhkan dukungan dari Negara lain. untuk mendapat duuukungan tersebut, Suatu Negara Harus mengadakan hubungan yang baik dengan dengan Negara deitado, misalnya ketika Awal berdirinya kesatuan Republik Indonésia untuk memperoleh pengakuan dan dukungan dari Negara deitado terhadap Kemerdekaan Para pendiri Negara kita mengadakan hubungan dengan Austrália, Amerika Serikat, Bélgica, Mesir, Dan sebagai alhasil sobre Negara kita sehingga Negara kita dapat berdiri tegak dan mempertahankan kemerdekaannya sampai sekarang. S etiap Negara yang merdeka memiliki sumber daya atau sumber kekuatan yang berbeda. Di dunia ini, tidak menutup kemungkinan Negara yang akan sumber daya alam, tetapi sangat kekurangan tenaga ahli atau ilmuwan untuk mengelolah sumber daya alam, begitu pula sebaliknya ada Negara yang memiliki tenaga ahli atau ilmuwan yang banyak tetapi miskin sumber daya alam. K edua kondisi tersebut menyebabkan setiap Negara mernbutuhkan keberadaan negara lain, sehingga terciptalah hubungan di antara Negara tersebut. Proses hubungan internasional baik yang bersifat bilateral maupun multilateral dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki oleh setiap Negara. Potensi tersebut antara lain adalah kekuatan nasional, jumlah penduduk, surnber daya, dan letak geografis. Potensi tersebut menjelma sebagai kekuatan bagi suatu Negara, Apabila suatu Negara memiliki kekuatan dalarn keernpat potensi tersebut, maka negara tersebut dapat dikatakan sebagai negara maju dan cenderung tidak mengadakan hubungan internasional. Namun. jika keernpat potensi tersebut lernah, maka suatu negara cenderung akan sangat rnembutuhkan hubungan internasional. Akan tetapi dalam kenyataannya, tidak ada negara yang tidak membutuhkan hubungan dengan ncgara lain. Bahkan negara-negara industri maju pun mernbutuhkan negara-negara Iain yang belum maju untuk memasarkan produk-produk mereka. Selain itu, negara maju biasanya rnernbutuhkan bahan-bahan mentah untuk industri yang biasanya tersedia di negara-negara yang sedang berkembang. Dengan demikian antara negara maju dengan Negara berkembang bahkan dengan negara miskin sekalipun terjalin hubungan internasional yang sifatnya saling menguntungkan. Secara umum, titik berat dalam hubungan internasional antara lain adalah bidang pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial kebudayaan bahkan ideologi. Bidang-bidang tersebut pada umumnya menjadi faktor yang melatarbelakangi terjadinya hubungan internasional. Misalnya dalam bidang ekonomi terutama dalam bidang perdagangan, kita mengenal negara-negara yang tergabung dalam Grupo de 8 (8 kelompok Negara maju), kemudian kita mengenal juga organizasi perdagangan internasional yang biasa disebut Organização Mundial do Comércio (OMC), dan sebagainya. Sementara itu dalam Bidang pertahanan, negara-negara Eropa e Amerika Serikat membentuk Organização do Tratado do Atlântico Norte (OTAN). S uatu negara dapat mengadakan hubungan internasional manakala kemerdekaan dan kedaulatannya telah diakui baik secara de facto maupun de jure oleh negara lain. Perlunya kerja sama dalam bentuk hubungan internasional antara lain karena faktor-faktor berikut: a. Faktor interno, yaitu adanya kekhawatiran terancam kelangsungan hidupnya baik melalui kudeta maupun intervensi dari negara lain. B. Faktor eksternal, yaitu ketentuan hukum alam yang tidak dapat dipungkiri bahwa suatu Negara tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dan kerja sama dengan negara Iain. Ketergantungan tersebut terutama dalam upaya memecahkan masalah-masalah ekonorni, politik, hokum, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Bagaimana hubungan internasional yang dibangun oleh bangsa Indonésia Apa arti penting hubungan internasional bagi bangsa Indonésia Pola hubungan internasional yang dibangun oleh Bangsa lndonesia dapat dilihat dari kebijakan politik luar negeri Indonésia. Bangsa Indonésia dalam membina hubungan dengan negara Iain menerapkan prinsip politik luar negeri yang bebas aktif dan diabadikan bagi kepentingan nasional, terutama kepentingan pernbangunan de segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdicerian abadi, dan keadilan sosial. P embangunan hubungan internasional bangsa Indonésia ditujukan untuk peningkatan persahabatan-dan kerja sama bilateral, regional, dan multilateral melalui berbagai rnacam fórum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional. Selain itu bagi Bangsa Indonésia, hubungan internasional diarahkan untuk: a. Pembentukan satu negara Republik Indonésia yang berbentuk negara kesatuan dan Negara kebangsaan yang demokratis. B. Pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur secara material ataupun espiritual dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonésia. C. Pembentukan satu persahabatan yang baik antara Republik Indonésia dan semua negara di dunia, terutama sekali dengan negara-negara Afrika dan Ásia atas dasar bekerjasama membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialismo dan kolonialisme menuju llcrdamaian dunia yang sempurna. D. Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara. E. Memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar untuk memperbesar kernakmuran rakyat, apabila barang-barang itu tidak atau belum dihasilkan sendiri. F. Meningkatkan perdamaian internasional karena hanya dalam keadaan damai, Indonésia dapat membangun dan memperoleh syarat-syarat yang diperlukan untuk memperbesar kemakmuran rakyat. G. Meningkatkan persaudaraan segala bangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang tersimpul di dalam Pancasila, dasar dan filsafat negara kita. 3. Asas-Asas Hubungan Internasional P ada umumnya hubungan internasional dilakukan oleh setiap negara untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya. Untuk mencapai hal tersebut perlu dibangun hubungan internasional yang menekankan aspek persamaan harkat, derajat, dan martabat sebagai sesama bangsa yang merdeka. M enurut Hugo de Groot, dalam hubungan internasional asas persamaan derajat merupakan dasar yang menjadi kemauan bebas dan persetujuan para beberapa atau semua negara. Tujuannya adalah untuk kepentingan bersama dari mereka yang menyatukan diri di dalamnya. Dalam hubungan internasional, dikenal beberapa asas yang didasarkan pada daerah dan ruang lingkup berlakunya ketentuan hukum bagi daerah dan warga negara masing-masing. Ada tiga asas dalam hubungan internasional yang saling mempengaruhi, yaitu sebagai berikut: a. Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atas daerahnya. Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi terhadap semua barang atau orangyang berada di luar wilayah tersebut berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya. B. Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara terhadap warga negaranya. Menurut asas ini, setiap warga negara di manapun ia berada tetap mendapat perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan extraterritorial. Artinya hukum dari negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun berada di negara asing. C. Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara. K etiga asas di atas harus diperhatikan oleh setiap negara yang membangun hubungan internasional, supaya hubungan tersebut dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak serta tujuan dari hubungan tersebut dapat tercapai. Apabila ketiga asas tersebut tidak diperhatikan, maka akan timbul kekacauan hukum dalam hubungan internasional. Oleh karena itu, antara satu negara dengan negara lain harus menciptakan hubungan yang teratur dan tertib yang berdasarkan kepada ketentuan hukum internasional. Akan tetapi walaupun demikian, dewasa ini kerapkali masih terjadi persoalan antarbangsa yang perlu dipecahkan. Misalnya, persoalandwi kewarganegaraan, batas-batas negara, pengakuan kepemilikan atas wilayah atau pulau tertentu, wajib militer, dan wajib pajak. 4. Sasaran Hubungan Internasional H ubungan antar bangsa atau yang lebih dikenal dengan hubungan internasional mempunyai sasaran utama yang disepakati oleh semua negara yang membangun hubungan tersebut. Sasaran tersebut adalah terciptanya perdamaian dunia. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat beberapa aliran yang memberikan pandangan mengenai sasaran dari hubungan internasional, di antaranya: a. Aliran idealisme, yang berpandangan bahwa: 1) Setiap bangsa memiliki kepentingan yang sama terhadap perdamaian dunia. 2) Setiap bangsa yang mengganggu perdamaian dunia, berarti bangsa tersebut telah bertingkah laku tidak rasional dan tidak bermoral 3) Realitas manusia akan semakin kompleks. Begitu juga dengan kualitas manusia akan semakin baik. 4) Perdamain merupakan suatu proses yang tidak dapat dihalangi realisasinya oleh kekuatan apapun. 5) Perdâmico merupakan hal mutlak dalam hubungan internasional b. Aliran realisme, yang berpandangan bahwa: 1) Kunci dari masalah politik internasional adalah kekuatan politik (política de poder) 2) Otoritas (kewenangan) yang efektifdari suatu negara hanya dapat berdiri atas kekuatan nasional yang nyata . 3) Ketertiban internasional merupakan suatu tatanan yang mustahil terjadi dan tidak dapat dipercaya. 4) Perwujudan masyarakat internasional yang berdasarkan hubungan internasional hanyalah khayalan belaka futopid, selama kepentingan nasional yang merupakan penggerak politik internasional masih saling bertabrakan. C. Aliran Neorealisme Menurut aliran ini, hubungan internasional selain berdasarkan pada kalkulasi kekuatan dan kekuasaan, juga harus berdasarkan pertimbangan moral Dengan demikian, aliran ini memadukan pandangan al alanan idealismo e realismo. D. Aliran Polemologi (studi perdamaian), yang berpandangan bahwa: 1) Sumber konflik banyak terletak pada ketidakseimbangan di bidang ekonomi dan potensi militer. 2) Untuk memperoleh jalan keluar dalam memecahkan konflik, dapat dilakukan dengan jalan mempertajam konflik. 3) Persamaan dan kesempatan untuk menikmati kemakmuran harus diciptakan oleh setiap penguasa Negara. 4) Masalah dunia ketiga harus dijadikan sasaran penyelidikan dalam setiap studi perdamaian. E. Aliran Perdamaian dan Ideologi Aliran ini berpandangan bahwa aspek ideologis harus diletakkan di samping kepentingan nasional seackai faktor utama yang menentukan hubungan internasional. Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan hubungan internasional, bangsa Indonésia harus senantiasa meningkatkan kualitas kerja sama internasional yang dibangun dengan negara lain. Untuk mencapai hal tersebut, bangsa Indonésia harus mampu meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi yang pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonésia di dunia internasional. Selain itu, juga harus mampu memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan kepentingan Indonésia, serta memanfaatkan setiap peluang yang positif bagi kepentingan nasional. B. Daftar rujukan Buku Pendidikan Kewarganegaraan SMK Kelas XI sumbernya kami dapat dari dosen pengasuh msata kuliah sejarah hubungan internasinal. A. Latar Belakang Kata 8220Epistemologi Hukum8221 ini barangkali sudah jarang didengar atau terkesan 8220aneh8221. Di samping itu, barangkali epistemologi sudah dianggap selesai, berakhir, 8220mati8221, danantigkan, oleh, filsafat ilmu. Dengan demikian epistemologi hukum pun bisa dianggap sebagai sudah mati juga dan muncul filsafat ilmu hukum. Meskipun epistemologi tetap penting sebagai sesuatu yang pernah muncul dalam sejarah filsafat atau menjadi bagian dari ilmu filsafat sepanjang sejarah sampai sekurang-kurangnya abad XX. Mempelajarinya secara serius adalah kegiatan mengetahui tentang arti pentingnya epistemologi ini sebelum dinyatakan 8220sungguh-sungguh mati8221. Apa yang mau dibicarakan dalam epistemologi hukum ini Ini adalah bagian dari kajian Filsafat Hukum menurut Gijssels de Mark van Hoecke, yaitu membicarakan tentang sejauh mana pengetahuan tentang hakikat hukum dan hal-hal fundamental lainnya menjadi mungkin. Dengan kata lain, berdasarkan istilah epistemologi sendiri, yang hendak dikaji adalah apakah pengetahuan hukum itu, apakah arti mengetahui, dan dimana pengetahuan itu ditemukan, akal budi ataukah pengalaman inderawi, serta apakah pengetahuan kita tentang hukum dapat dipertanggungawabkan Epistemologi hukum adalah filsafat pengetahuan hukum (yang Tentunya berbeda dengan ilmu hukum), yaitu refleksi kritis tentang pengetahuan hukum dan apa yang kita ketahui di bidang filsafat hukum. Epistemologi hukum itu tentu saja berdasarkan pada epistemologi atau filsafat pengetahuan. Karena itu, sebelum lebih jauh mengetahui epistemologi hukum, pemahaman dasar tentang epistemologi sendiri menjadi mutlak diperlukan. Dengan Belajar tentang epistemologi kita akan terbantu untuk dapat mengetahui, apakah pengetahuan kita sendiri tentang hukum adalah pengetahuan yang sungguh-sungguh kita ketahui. Yang mau dikemukakan disini adalah epistemologi ketika masih hidup. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Apakah pengertian epistemologi 2. Apakah jenis-jenis epistemologi 3. Apakah aliran-aliran epistemologi A. Pengertian epistemologi Epistemologi adalah cabang filsafat yang sudah tua usianya. Menurut sejarah filsafat, epistemologi ini sudah muncul sebelum Sokrates. Kata 8220epistemologi8221 berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti perkataan, pikiran (akal budi) dan ilmu. Sementara itu, kata episteme sendiri berasal dari kata epistamai yang artinya mendudukkan, menempatkan atau meletakkan. Maka kata episteme dapat diartikan 8220pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya (J. Sudarminta, 2002: 18). Berdasarkan etimologi kata epistemologi tersebut, dapat dikatakan bahwa epistemologi adalah ilmu tentang pengetahuan manuscrito atau sering disebut juga sebagai teori pengetahuan. J. Sudarminta mengatakan bahwa sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mangkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki e penietahuan manusia. Pertanyaannya adalah bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan diuji kebenarannya Manakah ruang lingkup atau batas-batas kemampuan manusia untuk mengetahui Dapat juga dikatakan menurut P. Hardono Hadi (1994: 6), bahwa epistemologi membahas masalah-masalah dasar dalam pengetahuan, misalnya apa itu pengetahuan , Dimanakah pengetahuan umumnya ditemukan, dan sejauh manakah apa yang biasanya kita anggap sebagai pengetahuan benar-benar merupakan pengetahuan Apakah indera dan budi dapat memberi pengetahuan, serta apakah hubungan antara pengetahuan dan keyakinan yang benar Pertanyaan-pertanyaan epistemologis ini dapat kita ajukan juga terhadap pengetahuan kita Tentang hukum. Pertanyaan-pertanyaan itu hendaknya tidak dianggap sebagai aneh. Tujuan yang mau dicapai oleh epistemologis adalah bukan hanya apakah saya atau kita dapat mengetahui, melainkan juga untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan kita dapat tahu dan jangkauan batas-batas pengetahuan kita. P. Hardono Hadi misalnya, mengatakan bahwa pentingnya mempelajari epistemologi sebagai filsafat ini adalah agar orang, terutama juga di bidang hukum menjadi 8220bijaksana8221. Menurutnya, dengan memahami permasalahan epistemologis, orang diharapkan mampu bersikap tepat di dalam menanggapi berbagai pembicaraan (disini tentang hukum) tanpa terjerumus di dalam prasangka sempit e semangat primordialisme yang kaku. Epistemologi hukum cukup membantu kita untuk bersikap terbuka dan bertanggung jawab terhadap apa yang diketahui tentang hukum. B. Jenis-jenis Epistemologi Berdasarkan cara kerja dan pendekatannya, epistemologi dibagi menjadi epistemologi metafisis e epistemologi skepsis. 1. Epistemologi metafisis Epistemologi ini melakukan pendekatan terhadap gejala pengetahuan bertitik tolak dari pengandaian metafisis tertentu, berangkat dari kenyataan dan membahas bagaimana manusia mengetahui kenyataan itu. Contohnya adalah epistemologi Plato. Menurut Plato, kenyataan adalah ide-ide. Idealisme Plato ini membuat semua yang dinamakan kenyataan sebetulnya hanya bersifat semu, karena kenyataan sesungguhnya hanya ada dalam dunia ide. Di samping itu, dala epistemologi ada pengandaian bahwa semua orang tahu tentang kenyataan, dialami dan dipikirkan, sibuk dengan pengetahuan seperti itu dan cara perolehannya. Hal ini dikritik sebagai kurang memadai dan kontroversial. Pertanyaan kita sekarang adalah bagaimanakah dengan hukum: kenyataan yang diketahui sebagai ide-ide Di sini penulis mengusulkan agar kita coba kembali melihat sejarah pemikiran mengenai hukum. Bagnamana orang bisa sampai tahu adanya hukum Dia diciptakan oleh pikiran karena kenyataan ataukah karena 8220memang ada hukum yang diketahui8221 dan Diberi komentar atau penafsiran Dari buku klasik Dennis Lloyd A Idéia do Direito (1977) dapat dikatakan bahwa ide hukum itu muncul karena pembacaan terhadap kenyataan sebagai suatu Keharusan 8220normatif8221. 2. Epistemologi Skepsis Boleh disebut peletak dasar epistemologi ini adalah Rene Descartes (1596-1650). Sebagaimana diketahui, filsuf besar ini adalah orang yang ragu-ragu, atau memiliki kesangsian metodis. Segala sesuatu itu diragukan. Yang ia tidak ragukan ialah dirinya sendiri yang sedang ragu-ragu. Dengan kata lain, yang tidak diragukannya ialah keragu-raguan itu sendiri. Berdasarkan filsafatnya dapat dikatakan bahwa kita harus membuktikan apa yang kita ketahui sebagai sungguh-sungguh nyata atau benar-benar tidak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan. Dengan kata lain, kita pun harus dapat membuktikan, apakah kita sungguh-sungguh dapat mengetahui sesuatu Repotnya, kalau ini dikaitkan secara sewenang-wenang alias ngawur terhadap hukum, maka kita dapat saja meragukan, pertama, apakah hukum itu sungguh-sungguh nyata dan tidak diragukan Lagi adanya Kita harus mampu membuktikannya. Atau kita boleh saja meragukan hukum itu. Jangan-jangan hukum itu sesuatu yang keliru karena masih dapat diragukan kebenarannya. Yang gampang ialah, saya dan ea dapat meragukan apakah positivisme itu benar dalam memandang hukum sebagai kenyataan inderawi modelo ilmu alam Kedua, ada keraguan bahwa manusia dapat mengetahui segala sesuatu. Dengan kata lain jangan-jangan manusia itu sebetulnya tidak tahu apapun. Ini tentu melawan 8220akal sehat umum8221, bahwa manusia mengetahui segala sesuatu. Keragu-raguan ekstrim atau ketika orang terlalu skeptis terhadap segala sesuatu dan konsisten dengan itu, maka ia akan terus hidup dalam keragu-raguan dan karenanya sulit mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu. Keraguan ilmiah dan juga moril itu benar, sejauh dipakai untuk menguji ilmu pengetahuan atau tingkah laku, apakah benar ataukah salah. Dengan kata lain, keraguan tersebut demi kepastian kebenaran dan kebaikan atau keutamaan perilaku. Seorang jaksa yang profesional misalnya boleh saja meragukan, apakah pasal-pasal kitab hukum pidana yang dipakainya untuk menjerat e terdakwa itu sudah benar, sesuai dengan peristiwa hukum (tindak pidana) itu ataukah tidak. Yang dipelukan disini sebetulnya adalah epistemologi kritis, yaitu berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat atau asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah lalu ditanggapi secara kritis atau menguji kebenarannya. Epistemologi kritis ini dapat dipakai di dunia hukum. Kemudian berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi dapat dibagi menjadi epistemologi individual dan epistemologi sosial. 1. Epistemologi individual Epistemologi ini berurusan dengan subjek yang mengetahui dan yang diketahui, lepas dari konteks sosial. J. Sudarminta mengemukakan bahwa epistemologi individual adalah epistemologi sejak pra-sokrates sampai sekarang. Kajian tentang pengetahuan, baik tentang status kognitifnya maupun proses perolehannya, dianggap sebagai dapat didasarkan atas kegiatan mausia individual sebagai subjek yang mengetahui lepas dari konteks sosialnya. Struktur pikiran manusia sebagai individu bekerja dalam proses mengetahui dianggap cukup mewakili untuk menjelaskan bagaimana semua pengetahuan manusia pada umumnya diperoleh. Secara lain dapat dikatakan bahwa bagi epistemologi ini tidak penting bagaimana konteks sosial budaya dan juga 8220nilai-nilai8221 yang ada dalam masyarakat itu bekerja. Yang penting adalah bahwa manusia dapat mengetahui hanya dengan modal struktur pikiran dan cara mengetahuinya sendiri yang terdapat dalam otaknya saja. Pengetahuan manusia tentang hukum itu diperoleh karena kegiatan berpikir saja (a priori) dan diaggap sudah mewakili apa yang memang diketahui manusia tentang hukum melalui pikiran. Apa dan bagaimana konteks sosialnya tidak begitu penting untuk dipertimbangkan. 2. Epistemologi Sosial Epistemologi ini berurusan dengan kajian filosofis terhadap pengetahuan sebagai dados sosiologis, yaitu terkait dengan hubungan sosial, kepentingan sosial dan lembaga-lembaga sosial. Semuanya ini adalah faktor yang menentukan dalam proses dan cara memperoleh pengetahuan. Epistemologi ini barangkali cocok untuk ilmu, termasuk ilmu hukum. Orang dapat tahu tentang hukum juga karena ada bersama dalam keserbaterhubungan etis dengan segala sesuatu yang lain, termasuk sesama manusia dalam suatu komunitas masyarakat. Kenyataan sosial memproyeksikan dirinya sendiri kepada subjek-subjek yang sadar, yang kemudian menangkap itu dalam akal sehatnta dan kemudian ia menjadi tahu tentang maksud kenyataan yang 8220berbicara8221 kepadanya. Selanjutnya ia mengatakan bahwa ia tahu tentang 8220hukum8221 yang hidup dan berkembang dalam hubungan antarmanusia, kepentingan-kepentingan dan lembaga-lembaga. C. Aliran-aliran Epistemologi Berikut ini adalah pokok-pokok aliran dalam epistemologi. Skeptisisme telah dimulai sejak zaman Yunani Kuno (315 SM), misalnya pada pandangan Zeno dari Elea. Dia meragukan adanya gerak. Menurut dia, gerak itu sebenarnya tidak ada, karena sesuatu tetap berada dalam substansinya. Hanya kelihatan saja bahwa sesuatu itu bergerak, namun sesungguhnya tetap 8220diam8221 dalam substansinya. Ini dianggap sebagai suatu sikap skeptis terhadap ada atau tidak gerak itu. Skeptisisme berasal dari kata dalam bahasa Yunani 8220 skeptomai8221 yang berarti 8220saya pikirkan dengan seksama8221 atau 8220saya lihat dengan teliti8221. Kemudian kata ini populer diartikan sebagai 8220saya meragukan8221. Intinya, dalam skeptisisme ini orang selalu mempertanyakan, meragukan, termasuk meragukan, apakah manusia sungguh-sungguh mengetahui dan apakah pengetahuan itu benar. Keraguan yang berlebih-lebihan dapat saja membuat orang menjadi kehilangan pegangan, sebab segala-galanya diragukan, hidupnya penuh dengan keragu-raguan. Namun keraguan itu juga perlu dalam konteks pengetahuan dan untuk bersikap kritis dan menguji kebenaran, seperti halnya yang mau dilakukan oleh filsafat. Yang paling terkenal dengan keragu-raguan metodis adalah Descartes sebagaimana sudah disebutkan di depan. Dari filsafatnya, dapat dikatakan bahwa orang tidak boleh menerima begitu saja segala sesuatu, alias perlu ada keraguan dan karenanya segala sesuatu harus diuji kebenarannya. Demikian pula filsafat. Filsafat chatice tidak boleh bertolak dari pengandaian yang tidak diperiksa terlebih dahulu. Pertanyaannya ialah, apakah skeptisisme ini juga diperlukan dalam hukum, khusunya dalam proses berperkara Bagaimana pula skeptisisme dalam ilmu hukum Menurut pandangan ini, satu-satunya hal yang dapat kita ketahui secara pasti adalah diri kita sendiri dan kegiatan sadar kita. Itulah yang secara langsung dapat kita ketahui. Di luar aku, 8220yang bukan aku8221 diragukan kepastian kebenarannya (pengetahuan tidak langsung). Subjektivisme ini mengutamakan subjek yang mengetahui daripada yang diketahui. Barangkali saya lebih penting daripada apa yang saya ketahui. Tentang suatu objek misalnya, yang penting adalah gagasan saya tentang objek itu, bukan objek itu sendiri. Berkaitan dengan hukum, maka subjek yang mengetahui hukum lebih penting daripada hukum yang diketahuinya. Masalah yang timbul disini ialah, kalau yang jelas kita ketahui adalah gagasan kita tentang objek, maka bagaimana kita bisa tahu pasti bahwa gagasan itu memang sesuai dengan objeknya sendiri, dan bukan ilusi kita sendiri tentang objek itu Subjektivisme lalu identi dengan rasionalisme yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan Adalah rasio atau akal budi manusia sendiri. Misalnya saya menjadi tahu tentang hukum karena akal budi saya. Namun rasionalisme ini dikritik oleh objektivisme, yang terdiri dari positivisme yang menekankan kepada pengalaman objektif dan empirisme yang menekankan selain pengalaman objektif juga pengalaman subjektif dan batiniah. Disini orang menjadi tahu tentang hukum karena kenyataan atau pengalaman yang menurut positivisme hanya berdasarkan pada pengalaman yang objektif, bukan subjektif. Pertanyaannya, apakah pengetahuan hukum itu sebaiknya positivisme atau empirisme, ataukah bukan kedua-duanya, ataukah campuran antara subjektivisme dan objektivisme atau bukan semuanya itu Relativisme ini muncul karena skeptisisme dan subjektivisme tidak dapat diterima. Menurut relativisme, manusia dapat mengetahui kebenaran objektif dan bersifat relatif. Relatif terhadap subjek yang bersangkutan, masyarakat dan budaya tertentu, terhadap paradigma tertentu dan jalan hidup yang dianuti. Disini ada relativisme subjektif. Misalnya benar bagi A belum tentu benar bagi B. Ada juga relativisme kultural, yaitu bahwa pengetahuan bersifat lokal, sesuai dengan budaya dan kesepakatan. Ini barangkali cocok untuk bidang pengetahuan hukum dan ilmu hukum. Selanjutnya ada pula relativisme konseptual yang mengatakan bahwa tentang benar dan salah itu tidak ada ukuran objektif universal, melainkan relatif: tergantung pada kerangka konseptual masyarakat dan kebudayaan. Misalnya soal bahasa. Masih banyak hal yang berkaitan dengan epistemologi yang tidak mungkin dipaparkan semuanya disini, melainkan dapat dipelajari dan dikembangkan sendiri. Misalnya tentang struktur dasar mengetahui (misalnya tentang kesadaran), konsep, kebenaran, teori pembenaran dan kesalahan, jenis pengetahuan serta pengetahuan dan keyakinan.

Comments